Wednesday, August 29, 2012

AADJ Eps.3

Hai (Karena di post yang tadi udah pake 'Halo', jadi sekarang gantian pake 'Hai' #penting)

Nah, ini kelanjutan kisah yang di Jakarta tadi.
Masih di hari yang sama. Ya, benar. Saya juga bingung kenapa bisa ada kejadian aneh bin ajaib di satu hari yang sama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bayangkan, S-A-T-U hari, cooy! Tapi tidak usah terlalu dipikirkan, cukup dibaca saja karena kejadian ini juga sudah berlalu, hehe.

Tokoh yang diceritakan masih sama ya, saya dan Revi.
Setelah bertemu nenek urut yang misterius, kami merasa lapaaar. Dan makan adalah momen yang paling indah bagi siapa saja, terutama bagi saya. Karena, makan adalah hiburan tersendiri yang bisa mengobati segala kelelahan baik lahir maupun batin.


Kami kembali ke kosan dahulu sebelum mencari kuliner. Entah nanti bentuknya warteg atau warsun, anggap saja kuliner keren kaya yang di tipi-tipi. Setelah urusan di kosan selesai, kami segera mencari warung terdekat sebagai pelipur lapar dan dahaga. Sengaja saat itu kami memutuskan untuk tidak mandi dahulu, karena akan memakan banyak waktu kalau pake mandi segala. Padahal, udah lumayan malem, makanya dengan penampilah seadanya (muka kucel, baju kusut berantakan namun tetap syar'i #abaikan) kami makan malam berdua #ciee -.-"

Setelah sedikit agak lama berjalan, akhirnya kami menemukan sebuah warung bakso yang lumayan keren dan tempatnya bagus, namun terlihat sepi. Kami memutuskan untuk makan disana, meskipun kami tau bahwa harga di warung tersebut pastilah agak sedikit mahal, namun tidak apa-apa, karena ini adalah makan malam perdana di Jakarta. (Besoknya langsung puasa, karena duit abis) -.-

Kami memasuki kawasan warung dengan hati berdebar. Kebiasaan buruk saya ketika memasuki tempat baru adalah muka saya sangat tidak kontrool :O oh No! Masih dengan muka yang 'wah' banget liat warung bakso yang keren tersebut, saya mengikuti Revi menuju salah satu meja. Terlihat ada beberapa orang yang sedang makan di meja lain. Namun memang sepi sekali, entah karena sudah malam atau saya nggak tau yang jelas saat itu saya lapar dan tidak boleh terlalu memikirkan hal-hal yang sekiranya tidak penting :D
Disana juga terlihat ada seorang mbak pelayan yang sedang berdiri di dekat meja kasir yang nampaknya sedang berkonsentrasi penuh menulis sesuatu di buku, mungkin dia sedang curhat di buku diarynya, pikir saya saat itu.


Kami langsung duduk di salah satu meja. Anehnya, tidak ada satupun pelayan yang mendatangi kami. Saya pikir, apa warugnya sudah mau tutup sehingga tidak ada lagi pelayanan dalam pemesanan makanan? Tapi kok orang yang di sebelah sono masih nyantai ngunyah makanan sambil ketawa-ketawa. Pasti ga mungkin tutup dong. Karena tidak ada gerakan sedikitpun dari pelayan bakso, akhirnya Revi berdiri dan berjalan mendekati mbak pelayan yang masih asyik nulis di meja kasir. Saya mengikuti di belakangnya.

(Posisi berdiri di deket meja kasir)

Revi : Maaf., Mbak. Mau minta Menu.

Mbak : (Cuek abis, masih sibuk sama buku yang mungkin diarynya) APA?

Revi : Menu, mbak.

Mbak : *ngeliat ke Saya dan Revi* Menu Apa?

Revi : *bingung sekaligus syok* Menu yang buat pesen makanan, Mbak.

Saya : (ngomong dalam hati) Emang ada berapa macam menu di warung makan? :O

Mbak : Oh (Sambil ngasiin menu kemudian dia mengambil kertas yang buat nyatet pesenan)

(Saya dan Revi langsung melihat-lihat daftar makanan dan minuman, serta segera menentukan, karena ga enak ama mbaknya)

Mbak : Dibungkus?

Revi : Ehh.. Makan disini mbak. *muka oon*

Saya : (mikir dalam hati) Bukannya biasanya itu kalau nawarin "mau dibungkus atau makan sini?" kok ini cuma nawarin dibungkus doaang? *berpikir keras*

Kemudian kami DUDUK kembali. Saat itu juga saya merasa ada yang aneh. Saya merasa menjadi pelanggan yang sangat mandiri. Biasanya kalau masuk rumah makan yang bagusan dikit, ada pelayanan yang mempersilakan, nganter ke meja, kasih menu, nyatet pesenan, pergi dengan sopan dan senyuman terindah. Nah inii.. Kok beda yaa? Tiba-tiba saya jadi ingat materi budaya organisasi. Mungkin disini budaya organisasinya berbeda dengan warung makan yang lain, mungkin disini ingin mendidik pelanggan menjadi orang yang tidak selalu menggantungkan dirinya kepada pelayan. Tapi apakah benaar? Saya bingung dan akhirnya masa bodoh yang penting makan.

Sambil menunggu makanan diantar, kami menonton televisi. Tiba-tiba ada orang lain yang mau makan juga, datang masuk ke warung yang sama dengan yang saya masuki sekarang.

Mbak : (Langsung berdiri dari meja kasir, bawa menu, dan menghampiri dengan tersenyum) Selamat malam, untuk yang berapa orang? *senyum manis*

(padahal udah jelas itu yang dateng cuma dua orang mbaak, sama kaya saya) *jerit saya dari hati*

Dua orang : Buat berdua mbak..

Mbak: Silakan duduk, silakan ini menunya, bisa diliat2 dulu.. bla bla blaa..

dan datanglah satu pelayan lagi menyerahkan menu yang sama kepada dua orang tersebut. 

Saya merasa sangat terluka dengan adegan singkat tersebut. Saya langsung menatap Revi dengan muka sengsara melihat kejadian yang barusan. Begitu pula dengan Revi.

Saya : Kenapaa.. tadi kita ga di gituin, Rev? *mata berkaca-kaca*

Revi : Iyaa, aku juga ga tau, Tan. Kita harus kuat menghadapi ini. *pegangan tangan*

Saya : Tega sekaliii mbaak ituuu... hiks

Revi : Eh, apa kita tadi dikira mau minta sumbangan ya?

Saya --> :O

Jengjeeeng.

Bener juga. Saya baru sadar. Penampilan saya dan Revi memang tidak ada apa-apanya dengan orang yang barusan masuk. Penampilan kami biasa banget, pake rok dan kaos, kerudung bergo, belum mandi, pasti sangatlah berantakan sekali. Pantesan pas tadi masuk, ga ada yang percaya kalau kami mau makan disini. Padahal gini-gini kan kami juga punya duit (meskipun ga banyak). I see.. Ternyata penampilan itu sangat memengaruhi perilaku orang lain terhadap kita. Sekarang saya baru paham satu hal tentang Jakarta. Seseorang menghormati orang lain dari penampilannya :O gatau bener apa ngga, tapi ini yang saya rasakan.

Karena kejadian macam gitu, akhirnya makan saya tambah lahap karena sebel. Rasanya pengen banget buru-buru keluar dari warung itu. Pas mau bayar, kita sok-sokan minta bill. Untungnya dikasih, coba kalau engga -.-"

Sejak detik itu, saya bertekad ingin sekali menjadi orang yang berduit tapi bisa low profile gitu. Terus pengen juga jadi seseorang yang sebenarnya keren, tapi ga keliatan dari penampilan haha #mimpi (Amin) :D

Sepertinya, sampai makan malampun Jakarta masih belum bisa menerima saya :D haha. Yaudah santai aja, kita lihat adakah penolakan lain Jakarta terhadap sayaa?
Tunggu cerita selanjutnyaa :D 

-tantri 'depe'-



















Related Articles

3 comments:

  1. knapa penokohan disini jadi ak yg terkesan oon tan -_-

    ReplyDelete
  2. 'aku' itu siapa? haha. iya rev biar keren :p

    ReplyDelete
  3. jgn mau d tumbalin rev, wkwk :P

    ReplyDelete